Architecture is My Life

Where you can see the future...

Sequence of Kauman

Anggota di kelompok kami ada empat orang, yaitu Aris, Nana, Ricky dan saya sendiri. Dalam pembuatan tugas teori tentang serial vision di Kauman ini saya berperan cukup banyak. Mulai dari menggambar hingga mencetak. Tetapi saya akan memulainy adari awal perjalanan pembuatan tugas ini. Dalam proses pembuatan banyak sekali hal-hal yang saya dan teman-teman temui. Mulai dari yang bagus hingga jelek. Sebenarnya saya sendiri jika disuruh cerita tentang peran saya dalam pembuatan tugas ini, agak bingung harus memulai dari mana. Tapi saya akan coba ceritakan.
Dalam tugas teori ini Bu Imelda membagi menjadi 2 tahap pembuatan. Pertama-tama kita harus presentasi tentang perjalanan kita dalam menemukan serial vision di Kauman. Bu Imelda membagi tahap presentasi menjadi dua pertemuan. Pada saat pertemuan pertama saya rasa Bu Imelda sediit kesal karena pada saat itu yang maju presentasi hanya 3 kelompok saja. Padahal jmlah keseluruhan ada 15 kelompok dan seharusnya yang maju sejmlah 8 orang. Cerita puya cerita ternyata maksud Bu Imelda untuk tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil pengamatan Serial Vision di Kauman adalah supaya nanti Bu Imelda bisa mengkoreksi apa ada yang salah dan perlu untuk diperbaiki. Karena setelah presentasi tugas yang kita buat inu harus disajikan dalam bentuk poster. Dimana untuk menmbuat poster ini cukup banyak menguras kantong kami.
Kami sendiri meju presentasi untuk tugas teori ini tepat setelah pulang dari mata kuliah teori arsitektur itu sendiri. Karena kami hanya punya waktu sedikit karena beberapa dari kami harus pulang ke Solo. Kami berangkat sekitar pukul 15.00 WIB. Waktu itu saya memboncengkan Ricky dan Aris memboncengkan Nana. Kami tiba 15 menit setelahnya. Kami parkir di depan sebuah toko buku, tepatnya disebelah pintu masuk Kauman Utara bagian Barat. Kemudaian kami langsung menuju pintu yang disebelah Timur karena kami ingin memulai perjalanan dari pintu gerbang tersebut.
Kami kemudian memutuskan untuk mengabil gambar di depan pintu gerbang Timur ini dan menjadikannya sebagai salah satu Serial Point yang semuanya terdiri dari 3 buah. Dan ini merupakan titik awal perjalanan kami mencari Serial Vision di Kauman. Kenapa kami memutuskan mengambil serial vision disini? Karena di pintu masuk ini merupakan titik awal sebuah perjalanan untuk menuju sebuah gedung besar yang ada di bagian tengah dari kampung Kauman itu sendiri. Setelah kami masuk ke dalam gerbang suasana yang tadinya berisik karena bunyi-bunyi dari kendaraan yang yang lalu-lalang diluar yuang mana jalan raya di depan pintu masuk Kauman ini merupakan jalan raya yang padat dan tak pernah sepi dilalui kendaraan dan juga diutambah dengan berdirinya sebuah rumah sakit yaitu Rumah Sakit PKU Muhammadiah semakin menambah ramainya suasana di luar pintu gergang berubah menjadi sunyi dan tenang. Seolah-olah kami seperti berada di dalam kampung yang terletak di daerah pedalaman yang sunyi. Kami kira ini karena pintu dari gerbang yang kecil menahan suara-suara yang masuk ke dlam kampung. Juga karena sempitnya jalan menghambat suara untuk menyebar. Oh ya saya hampir lupa, sebenarnya kami mempunyai tema dalam mengerjakan tugas teori ini. Tema kami adalah “feel with walk”. Mengapa kami memilih tema ini sebagai tema untuk mengerjakan tugas teori ini? Karena untuk merasakan yang namanya serial vision kami harus berjalan. Kare serial vision tersebut terjadi hanya karena kita berjalan. Jika tidak berjalan atau hanya diam saja maka kami tidak akan merasakan serial vision. Serial vision dihasilkan dari perubahan penglihatan dan suasana. Sequence yang terjadi juga karena kita berjalan. Jadi jika kita berjalan dari gerbang masuk Kauman maka kita akan melihat pucuk sebuah bangunan yang kita sebenarnya tdak tahu itu bangunan apa sehingga memaksa kita untuk terus berjalan sampai akhirnya kita bisa melihat secara langsung apa sebenarnya yang kita cari disana.
Saya memulai memfoto-foto bagian yang sekiranya penting. Kami juga menemui sebuah masjid kecil tapi tempatnya hampir tidak terdeteksi. Ketika kami masuk suasana benar-benar sepi saya sendiri berpikiran apakah ini sebuah kampung atau kampung tua yang tak berpenghuni. Mungkin akibat perang masa lalu atau apa. Saya tidak menemukan jawabannya. Walalupun ini yang kedua kalinya kami kesana kami masih bingung kenapa daerah ini begitu sunyi. Berbeda dengan kampung-kampung lainnya yang masih terlihat banyak aktifitas warganya. Rumah-rumah disini juga terlihat sangat sempit atau boleh dibilang memakskan karena hampir setiap ruamh tidak memiliki lahan pribadi untuk menanam sayuran mungkin atau menjemur. Bahkan jika saya lihat-lihat banyak rumah yang dibuat tingkat karena saya juga tahu bahwa tidak mungkin para penduduk mempunyai lahan yantg lebih luas daripada yang mereka miliki sekarang kecuali ada warga yang menjual rumah dan lahannya. Waktu pelajaran Bu Imelda pernah mengatakan bahwa kampong Kauman merupakan kampong tempat dimana para “Kaum” tinggal. Diamana kami sendiri belum begitu tahu apa sebenarnya “Kaum” itu.
Kami terus berjalan dan berjalan. Kami melewati sebuah gang. Saya mengambil foto disana. Kami terus melanjutkan perjalanan dan kami menemukan sebuah keanehan. Apa keanehan tersebut? JAdi kami menemukan bahwa jalan kecil yang menyerupai lorong yang kami lewati tadi berubah mnjadi jalan yang cukup lebar bahkan lebih dari dua kali jalan yang sebelumnya. Entah kenapa tiba-tibaberubah begitu saja. Dan ternyata tidak hanya itu bahkan di tengah-tengah jalan juga dipasangkan berderet-deret lampu penerangan jalan. Lantas kami langsung saja memeutuskan bahwa disinilah serial point kami yang kedua.
Saya langsung mengambil beberapa foto sekiranya. Akan tetapi sebenarnya yang mengambil foto bukan hanya saya tapi malah hamper semua dari kami mengmbil foto disana. Karena kami sendiri juga bingung apa yang seharusnya kami lakukan. Bukan karena kami tidak mengetahui apa yang harus kami lakukan. Hanya saja kami bingung. Mengapa? Karena bebverapa kelompo yang yang maju sebelum kami hanya menampilkan sesuatu yang sama dan kami sebenarnya tidak mau membuatnya sama. Karena nantinya justru akan menyebabkan kebosanan bagi para pendengar ataupu penonton. Lantas kita memikirkan apa sih yan harus kita lakukan agar presentasi dan hasil yang kita lakukan bias maksimal, tidak sama dengan yang lain tetapi juga tidak menyimpang dari tujuan tugas teori ini sebenarnya. Akhirnya kami memutuskan untuk hanya memakai 3 serial point untuk serial vision kami. Karena banyak dari kelompok lain menggunakan lebih daripada itu. Dalam pemikiran saya pribadi sebenarnya juga lebih baik hanya tiga karena yang benar-benar membuat perbedaan hanya memang tiga. Lantas yang satu lagi yang mana? Yang satu lagi setelah kita tempuh perjalanan lagi sekitar beberapa puluh meter. Yaitu tepat di pertigaan yang ada di ujung jalan.
Karena pandangan kita terhenti di jalan ini. Kami melihat gedung yang tadinya hanya terlihat pucuknya saja, sekarang kami sudah dapat melihatnya secara 80%. Karena memang dari bangunan itu sendiri ditutupi oleh sebuah penghalang dinding ynag cukup besar. Tepat di dinding tersebut ada sebuat monument. Dan di pelataran dinding tersebut juga dihias hingga menerupai taman kecil. Cukup indah untuk dilihat. Dipojokan pertigaan sepertinya dibuat warung tapi saya tidak tahu persis karena tidak teralu jelas karena hanya kecil. Lalu saya mengmbil beberapa foto. Begitu pula dengan teman yang lain. Lalu kami istirahat sebentar. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke arah barat. Journey to the west. Kedengarannya seperti sebuat film??? Oh ya, film “Kera Sakti”,he….
Kami melanjutkan perjalanan dan saya tersentak. Karena motif jalan yang kami lalui hampir sama dengan sebelumnya. Hanya bedanya ini seperti dari arah sebaliknya. Jadi jalan yang ada merupakan jalan lebar yang di tengah-tengahnya ada lampu penerangan. Kemudian kami terus melangkah dengan pasti. Ya, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa motif jalan yang kita lalui ini hampir sama dengan sebelumnya. Tiba-tiba saja jalan berubah semakin kecil seakan-akan kita meninggalkan sesuatu yang begitu besar dan layak untuk kita berjalan kembali ke arah sebaliknya.
Saya menyimpulkan arti dari semua ini adalah jalan yang bermotif kecil ke besar ini dimaksudkan untuk menyongsong sesuatu yang besar dan agung yang disucikan. Semakin mendekati semakin besar. Ini unik sekali karena dimana-mana yang ada jalan lebar selalu sama walaupun ada dibeberapa tempat dimana jalannya berubah-ubah ukurannya tapi itu pun karena alasan tempat. Berbeda denagn yang kita lihat di dalam kampung Kauman yang tepatnya ada di sebelah Barat Alun-alun Utara Kota Yogyakarta. Saya dan teman-teman mengambil beberapa gambar untuk didokumentasikan dan presentasi.
Kemudian ada perempatan kami belok ke kanan dan jalan disini memang cenderung sama lebar. Jika pun ada beberapa perbedaan itu pun tidak signifikan seperti jalan yang mendekati Masjid Besar Kauman. Kami terus berjalan dan sebelum mendekati gerbang keluar kampung Kauman biasanya pada waktu bulan puasa banyak orang berjualan makanan-makanan ringan. Kemudian kami keluar tapi untuk mencapai gerbang kampung Kauman ini kami harus berjalan seikit menanjak ke pintu gerbang. Akhirnya kami sampai juga diluar. Di dalam kampung akuman ini kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Kami kemudian akhirnya kembali lagi ke kampus.
Setelah sampai di kampus kami merapatkan kapan kami akan membuat presentasi ini. Akhirnya setelah melewati beberapa hari kami memutuskan untuk melaksanakannya pada hari kamis. Pada hari kamis kami bertemu dan kami membuat tugas presentasi teori arsitektur ini kemudian masing-masing dari kami diminta untuk membuat sketsa dari foto-foto yang sudah kita ambil beberapa waktu silam di kampung Kauman. Saya kebetulan mendapat tugas untuk menggambar sketsa pintu gerbang Kauman. Dan kami akhirnya bertemu kembali ketika hari jumat. Saya datang terlambat, padahal teman-teman sudah menunggu. Untung saja saya datang tepat waktu, karena ketika saya masuk dalam kelas kelompok kami langsung maju untuk presentasi. Tapi hasilnya tidak sia-sia. Menurut Bu Imelda presentasi kami sudah cukup bagus. Istilahnya singkat padat jelas. Karena kami memang tidak memberikan penjelasan yang berbelit-belit. Apalagi waktu itu tidak ada yang bertanya pada kelompok kami.
Kemudian hari kamis sebelum pengumpulan poster kami membuat rancangannya dulu. Waktu itu kami kira harga pencetakan untuk posternya hanya menghabiskan dana dua piluh ribuan ternyata ratusan yang kami dapat. Kemudian saya punya langganan di dekat terban dan mendapat diskon sebesar 20%. Lumayan karena kami masih harus membeli figura. Akhirnya selesai juga tugas kami semua. Tinggal mengumpulkan. Terima kasih. Jika ada salah kata baik sengaja mau tidak sengaja mohon dimaafkan.

0 komentar: